banner
Ilustrasi Public Relations. Grafis : mmgme.com
Wawasan

Bagaimana Rupa Komunikasi di Era Pandemi?

1070 views

MajalahCSR.id – Masa pandemi  menimbulkan banyak persoalan mulai dari kesehatan sampai perekonomian. Namun di sisi lain, kondisi ini bisa menjadi celah kesempatan dan tantangan untuk berkembang. Salah satunya bagi profesi public relations (PR).

Hal ini terungkap dalam diskusi webinar yang diselenggarakan Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) yang bertajuk “APPRI Communication Outlook 2021”, di Jakarta, Jumat (29/1/2021).

Sari Soegondo, Deputy Chairperson APPRI dan Co Founder dan Executive Director ID Comm, menyoroti soal public affairs di masa pandemi. Menurutnya, di masa pandemi, banyak yang bisa diangkat terkait public affairs. Bila berkaca pada global affairs ada banyak topik yang ditemukan mulai dari pandemi coronavirus, perubahan iklim, pergantian kepemimpinan dunia, resesi ekonomi, SDGs, dan lain-lain. Namun, topik global affairs bisa lebih disederhanakan untuk diaplikasikan ke dalam ranah public affairs.  

“Misalnya terkait kesehatan, penyakit menular atau non menular seperti tuberkulosis, kanker, jantung, diabetes, mungkin sudah ramai dinarasikan di dunia kesehatan, tetapi bagaimana dengan mental health? Barangkali karena tekanan pandemi, banyak korban, ada kekerasan rumah tangga, anak-anak menjadi stress, itu menjadi sesuatu yang jarang di-‘highlite’,” cetus Sari.

Menurutnya isu tersebut menjadi kesempatan bagi pegiat PR untuk diangkat ke dalam kegiatan public affairs melalui metode agenda setting . Isu kesehatan lain yang juga jarang disentuh, Sari mencontohkan, adalah stunting. Sementara di sektor pendidikan, pendidikan non formal bisa menjadi topik yang dapat dikedepankan. Pendidikan vokasi dan pendidikan bagi kelompok disabilitas, ungkap Sari, merupakan topik yang juga bisa diangkat.

Demikian juga halnya dengan isu lingkungan, Sari lebih menyarankan isu yang belum umum, seperti sustainable production daripada sustainable consumption yang sudah lazim dikampanyekan.

Sementara hal yang tidak boleh dikesampingkan dan guna meningkatkan peran PR terkait public affairs adalah pemahaman otonomi daerah (mulai dari pengetahuan lokal, prioritas lokal, potensi lokal, dan permodalan lokal)  lalu pengetahuan dasar soal pembuatan kebijakan (riset komunikasi untuk kepentingan publik), populisme, dan  pemahaman ‘big data’ agar bisa mengolahnya oleh karena banyak pihak yang membutuhkan data.

Di atas semua itu tentunya adalah kemampuan membuat program komunikasi yang bisa diukur efektivitas hasil dalam membuat perubahan. Hal ini bisa dilakukan melalui pendekatan komunikasi yang user friendly, penggunaan komunikasi yang intuiif dan efektif, serta lebih relevan pada muatan lokal.

Sementara itu, Sam August Himawan, dari Dasa Strategic Communication menyorot  dampak pandemi pada Corporate Social Responsibility (CSR). Meskipun pandemi di bidang ekonomi bisnis dan kesehatan  menyebabkan keterpurukan, namun dampak di bidang kehidupan sosial malah berkebalikan.

“Ternyata masyarakat menjadi lebih peka terhadap isu sosial. Solidaritas meningkat dan donasi digital juga meningkat,” ungkap Sam. Sementara dampak di korporasi, lanjut Sam, solidaritas antar karyawan yang bertambah.

Lantas bagaimana implikasi pandemi pada program CSR? Menurut Sam, terdapat 8 implikasi, yaitu:

  1. Anggaran CSR kemungkinan berkurang signifikan.
  2. Program CSR diharapkan dapat menangani dampak pandemi Covid-19, melalui pemberdayaan masyarakat bersifat filantropi.
  3. Isu kesehatan, keselamatan, keamanan di tempat kerja semakin penting.
  4. Manajemen menuntut CSR lebih terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan. Sehingga corporate objectives sejalan dengan social & environment objectives.
  5. Manajemen menuntut program CSR dengan dampak yang terukur pada: a. brand, b. reputasi, c. risiko bisnis, d. sosial, ekonomi, lingkungan kelompok masyarakat binaan.
  6. Program CSR yang dapat creating shared value, dengan menempatkan stakeholder lokal dalam rantai nilai/rantai bisnis. Masyarakat mendapatkan peningkatan pendapatan, perusahaan mendapatkan efisiensi.
  7. Program CSR yang sejalan dengan isu global (Sustainable Development Goals, circular economy, dan lain-lain), serta
  8. Kolaborasi multi stakeholder untuk mencapai SDGs.

Sementara itu tahun 2021 juga disebutkan Sam, merupakan tahun ‘reporting’. Untuk masalah laporan Annual Report, pelaporan CSR akan lebih detail pada tata kelola perusahaan yang baik. Jadi tidak hanya pelaporan anggaran, melainkan juga strategi, implementassi, dan dampak. Sementara untuk koteks Sustainability Report akan dituntut pelaporan CSR yang mendukung sustainability businessyang berstandard pada POJK Nomor 51 tahun 2017, GRI Standards, dan SDGs.

Pembicara lain, Arya Gumilar, General Manager of Content & Engagement di SAC, membahas soal krusialnya digital PR yang diprediksi perannya kian muncul di tahun 2021. Arya menekankan pentingnya memiliki data yang relevan terhadap isu. Selain itu, pendekatan sisi humanis perlu dicermati.

“Berkah internet 2.0 bagi korporat sesungguhnya bukan karena mampu membuat pesan tersebar lebih cepat, lebih luas, atau lebih simultan. Bukan karena internet mampu menihilkan jarak. Juga bukan karena kampanye bisa dilakukan dengan murah. Berkah sesungguhnya adalah, internet mampu menciptakan ruang dialog antara korporat dengan publiknya,” kata Arya.

Persoalan lainnya yang butuh diperhatikan adalah tentang disruptive content media digital, re-mixing terhadap materi dan strategi yang ada, engagement, dan tidak lupa pada metode story telling.

banner