Perubahan iklim memicu perubahan lain sebagai dampak. Salah satu dampak lain: perusahaan mulai sadar pentingnya memikirkan isu lingkungan, sosial, dan pemerintah yang mempengaruhi konsumennya. Situasi (kepedulian perusahaan) tersebut terjadi setelah mengalami berbagai fase yang juga termasuk didalamnya ada tarik ulur kepentingan.
Peduli pemimpin korporasi kini makin “klik”dengan krisis perubahan iklim. itu mulai terlihat dari kebijakan pengurangan dampak sampah, emisi yang ditekan seminimal mungkin, serta memperbaiki ekosistem termasuk komunitas sosial dimana perusahaan beroperasi. Tanpa melakukan hal-hal tersebut, mereka yakin nilai perusahaan tak akan didapatkan. Akibatnya, tak ada produk yang terjual, dan tak ada pekerjaan yang bisa dilakukan.
Perubahan iklim yang terjadi mendorong mereka memahami ramalan sains, dan mengantisipasinya dengan langkah yang tak pernah sebelumnya dilakukan. Para pemimpin bisnis ini tak lagi sekedar menandatangani petisi, namun juga menjalin aliansi dari bermacam lini bisnis, kebijakan, dan aktivitas bisnis yang terikat pada komitmen berbasis sains untuk keberlanjutan (sustainability). Dalam hal ini Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa Bangsa menjadi dasar sikap dan kebijakan perusahaan.
Seperti dilansir dari GreenBiz, wartawan senior Elsa Wenzel mengumumkan 20 kampiun pemimpin bisnis versi GreenBiz terkait keberlanjutan untuk 2020. Mereka adalah:

- Claus Aagaard, Chief Financial Officer (CFO) MARS
Jika anda doyan produk cokelat Snickers, orang inilah di balik perusahaan Mars yang tak lain produsennya. Claus yang berkebangsaan Denmark menjadi Chief Financial Officer pada 2016 setelah mengepalai departemen keuangan Mars di divisi produk untuk hewan peliharaan. Dia adalah orang yang di belakang kesuksesan Mars terkait strategi promosi dan gagasan menaikkan nilai perusahaan di luar keuntungan.
Pada 2019 Mars menjadi anggota jaringan Prince Charles of Wales’ Accounting for Sustainability. Lembaga nirlaba yang yang merujuk pada pemimpin keuangan perusahaan yang mengubah sistem bisnisnya yang memprioritaskan soal lingkungan dan sosial dalam setiap kebijakannya. Aagaard adalah salah satu CFO yang dinilai berhasil mengubah perusahaannya menjadi lebih mengedepankan keberlanjutan.
Mars, perusahan yang berdiri pada 1911 dikenal dengan 5 prinsip mereka yang kuat; kualitas, tanggung jawab, saling memahami, efisiensi, dan kebebasan. Mars sudah menganggarkan USD 1 miliar di balik rencana “Sustainable in a Generation”. Rencana ini mencakup tiga tujuan yang berhubungan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu: planet bumi bersih, merawat manusia, dan menutrisi dunia. Perusahaan ini memang mempraktikkan penggunaan energi bersih mengacu pada pengurangan emisi, gas rumah kaca. Mars pun secara serius meriset dan memperbaiki rantai pasok cokelat. Salah satunya dengan membantu petani coklat di Afrika Barat untuk tetap fokus pada manfaat sosial dan lingkungan.

2. Pemimpin Kaiser Permanente, Gregory Adams
Mungkin tak setiap orang berharap pucuk jabatan seperti yang didapat Greg Adams. Pekerja senior yang sudah 20 tahun malang melintang di perusahannya, Kaiser Permanente. Greg menjadi CEO perusahan kesehatan tersebut usai kematian pendahulunya yang juga temannya, Benard Tyson November 2019 lalu. Kaiser Permanente merupakan perusahaan “tycoon” dalam layanan kesehatan dimana memiliki 12,2 juta member, mengoperasikan 39 rumah sakit besar, dan 220 ribu karyawan.
Di bawah kepemimpinan Bernard, perusahaan yang berbasis di Oakland, California berhasil menasbihkan diri sebagai perusahaan layanan kesehatan yang sangat berkelanjutan. Kepedulian korporasi terhadap perubahan iklim, menjadikan isu tersebut bagian dari fasilitasnya. Kebijakan manajemen adalah memasang belasan panel surya dan membangun ratusan tempat pengisian bahan bakar listrik untuk kendaraan, serta rumah sakit pertama di California yang memanfaatkan energi terbarukan melalui microgrid. Greg kini diserahi tanggung jawab untuk membaa Kaiser Permanente melaju pada rencananya mengurangi jejak karbon pada 2020 ini. Sementara pada 2025 akan karbon yang dihasilkan dalam tahap aman bagi lingkungan.

3. Gwénaëlle Avice-Huet, Excutive Vice President dari renewables dan hidrogen hijau, Engie
Satu persatu perusahan di dunia mulai mengarahkan manajemen dan kebijakan perusahaannya ke arah yang lebih hijau atau pro lingkungan. Engie salah satu perusahan layanan energi di Amerika Utara mengambil arah kebijakan yang sama. Dengan Gwénaëlle Avice-Huet, sebagai Vice Presicent di divisi energi terbarukan dan hydrogen hijau perusahaan, Engie mulai meninggalkan sumber energi batu bara. Semua ini berawal dari CEO perusahaan, Isabelle Kocher, yang mengalihkan bisnis dari batu bara senilai USD 15 miliar untuk beralih ke energi terbarukan.
Gwénaëlle berkarier sejak 2010 di perusahaan Amerika Utara yang mempekerjakan 6.500 karyawan, dan awalnya berbisnis energi fosil. Pada 2017, dirinya sempat menegaskan pada media bahwa semua negara di dunia sedang berupaya meninggalkan energi fosil. Engie yang memiliki perwakilan bisnis di 70 negara dunia, mengambangkan teknologi energi baru termasuk biogas dan hydrogen hijau. Selain itu dikembangkan juga tenaga angin terbesar di pinggiran Perancis bahkan data energinya bisa diakses secara umum.
Microsoft bahkan menjadi salah satu konsumennya dengan pembelian 230 megawat energi terbarukan di Texas dari tenaga angin dan panel surya.

4. Jesper Brodin, CEO dari IKEA Group
Siapa yang tak kenal IKEA? Perusahan furniture global asal Swedia juga mulai menerapkan manajemen hijau dalam operasionalnya. Melalui sang CEO, Jesper Brodin, IKEA menegaskan komitmennya untuk tak lagi memakai sumber yang membebani bumi. Menjadi CEO sejak 2017, Jesper menekankan keberlanjutan merupakan hal yang tak bisa ditawar untuk bisa bertahan bisnis membuat beragam lemari, sofa, sampai selai lingonberry, dan hot dog vegan. “Pelanggan IKEA butuh kepemimpinan dalam soal peduli iklim yang sirkular,”katanya. Sang CEO, Jesper sudah 20 tahun berkarier di IKEA dan terus fokus pada isu keberlanjutan perusahaan.
IKEA yang memiliki 1 miliar pelanggan global, 300 outlet toko di dunia dan 200 ribu karyawan, mempopularkan bisnis keberlanjutan dari kantor pusat di Leiden, Belanda. Dengan standar sains, IKEA berupaya menurunkan kadar emisinya hingga mencapai tahap jejak karbon positif pada 2030. Saat ini, IKEA sudah memanfaatkan lebih banyak energi terbarukan dengan berinvstasi sebesar 2,5 miliar euro. Pada 2025 perusahaan ini menargetkan seluruh armada antarnya memakai energi listrik dimulai dari Shanghai, Paris, Amsterdam, New York dan Los Angeles. Kemasan plastik pun akan ditinggalkan.

5. Tim Cook, CEO Apple
Rasanya kaum milenial nyaris tak ada yang tak mengenali merek Apple. Produsen gadget raksasa dunia yang populer dengan perangkat telepon seluler premium dan juga komputer jinjing. Sebelum kepemimpinan CEO yang sekarang, Tim Cook, Apple sama sekali menafikkan “tanggung jawab moral”. Pria asal Alabama yang mengepalai Apple mulai 2011, dikenal sebagai pribadi jenius sejak bergabung pada 1998. Namun di awal-awal, idealismenya terkait keberlanjutan belum terekspos ke publik.
Sejak mempekerjakan kepala Departemen Lingkungan Amerika, Lisa Jackson di 2013, kebijakan perusahaan terkait lingkungan berubah. Apple menjadi salah satu perusahan pertama yang memakai 100 persen energi terbarukan. Kebijakan ini mempengaruhi pihak supplier mereka yang akhirnya menerapkan hal yang sama. Apple kini memanfaatkan bahan daur ulang dalam pembuatan perangkat dan mengembangkan logam alumunium dengan nol emisi CO2.
Tim Cook menegaskan kebijakan pro keberlanjutan perusahaan bukan sekedar “sampingan” demi mengalihkan isu lain. Apple memang menghadapi isu tuntutan hukum serius. Perusahaan berlogo buah apel tergigit ini dituduh mengeksploitasi tenaga buruh anak kecil di tambang kobalt di Kongo, Afrika. Tuduhan ini pun dialamatkan pada perusahaan teknologi lain: Alphabet, Dell, Microsoft, dan Tesla.