Jakarta – Majalahcsr. Pengelolaan sampah dari hulu yang salah, menjadikan hasil akhir di tempat penampungan pun menjadi tidak terkelola dengan baik. Pemisahan antara sampah organik dan non organik yang seharusnya mudah dilakukan pun menjadi rumit.
Salah satu faktor kunci dalam melahirkan solusi pengelolaan sampah, seperti halnya plastik bekas produk kemasan, terletak pada sinergi semua stakeholder untuk ikut terlibat dalam membangun tata kelola persampahan yang terintegrasi dan berkelanjutan. PRAISE (Packaging and Recycling Alliance for Indonesia Sustainability Environment) menyebutkan bahwa salah satu pendekatan yang harus dikembangkan adalah pengelolaan berkelanjutan melalui pendekatan Circular Economy (ekonomi melingkar).
Ekonomi melingkar ini pada intinya, bagaimana mengubah cara pandang terhadap plastik kemasan bekas pakai, tidak sebagai sampah, namun sebagai sebuah komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan. Material kemasan bekas pakai misalnya plastik kemasan dapat terus dipertahankan nilainya serta dimaksimalkan penggunaannya melalui proses daur ulang (re-cycling), penggunaan kembali (re-use) ataupun produksi ulang (re-manufacture), sehingga selain menciptakan selain menciptakan rantai ekonomi baru, juga akan meminimalisir beban lingkungan ke alam seperti tempat pembuangan akhir atau bahkan lautan.
“Kita seringkali terjebak pada penyederhanaan masalah sampah, sehingga berujung pada solusi yang tidak terintegrasi dan bersifat sesaat,” ujar Sinta Kaniawati perwakilan PRISE rabu (12/7).
Dijelaskan Sinta, misalnya sampah plastik kemasan, rantai prosesnya cukup panjang dan merupakan hubungan sebab akibat yang kompleks. Dari sisi yang terlibat, ada industri bahan baku dan industry pengguna kemasan, retailer, konsumen, hingga industri daur ulang dan pengguna bahan daur ulang.
Semua mempunyai fokus yan berbeda sesuai dengan perannya masing-masing. Namun pemerintah sebagai coordinator dan pembuat kebijakan harus dapat memetakannya secara holistic agar dapat menghasilkan kebijakan yang terintegrasi.
Pendekatan circular economy mengandalkan inovasi produk maupun system pengelolaannya agar memastikan nilai guna sebuah material dapat tetap optial untuk jangka waktu yang maksimal. Circular economy tidak hanya berbicara soal nilai tambah bagi penyelamatan lingkungan, namun juga memiliki penciptaan nilai tambah ekonomi baru dan juga nilai tambah sosial, seperti halnya pemberdayaan masyarakat.
Circular economy merupakan sebuah upaya kolaboratif, sehingga harus melibatkan peran dan fungsi setiap pemangku kepentingan persampahan. “Dimulai dari pembatasan timbulan, pendaran ulang, pemanfaatan kembali, hingga penanganannya yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir,” ujar Ketua GREENERATION, Mohamad Bijaksana Junerosano.
Hal ini juga yang menjadi salah satu fokus PRAISE sebagai sebuah aliansi, untuk dapat menjadi mitra pemerintah dalam memetakan pengelolaan sampah melalui kerangka kerja Tanggung Jawab Para Pihak yang Diperluas (Extended Stakeholder Responsibility – ESR). ESR framework merupakan konsep kerangka kerja holistik dan terintegrasi untuk pengelolaan sampah di Indonesia, yang mencoba mengidentifikasi fungsi dan pera semua pihak untuk bersentuhan dengan permasalaan sampah dan mensinergikannya sebagai sebuah solusi yang efektif dan berkelanjutan.
PRAISE memandang ada enam hal yang menjadi krusial dalam upaya menghasilkan sebuah kerangka kerja yang terintegrasi, yaitu :
- Penguatan kelembagaan persampahan nasional untuk memastikan sinergi dan kolaborasi para pihak ;
- Adanya roadmap yang diawali dengan pemodelan penerapan kerangka kerja ESR di tingkat kabupaten / kota;
- Adanya insentif dan pengakuan bagi para pihak yang menerapkan kerangka kerja ESR;
- Penengakan hukum;
- Dukungan kampanye public yang massif untuk pengelolaan sampah berkelanjutan;
- Penguatan data base sampah nasional yang terintegrasi dan terkini.