MajalahCSR.id – Polusi tak melulu soal udara, air, lahan, dan sejenisnya. Ada polusi cahaya yang juga berdampak tak elok bagi lingkungan. Polusi cahaya ditimbulkan oleh cahaya buatan yang berasal dari pencahayaan lampu. Selain menimbulkan polusi, lampu – baik sebagai penerang gedung termasuk rumah, atau penerang jalan – membutuhkan energi listrik yang tidak kecil.
Untuk penerang jalan, mungkin sudah lazim dengan lampu tenaga surya, lantas bagaimana dengan tenaga lain? Seorang mahasiswa desain asal Berlin, Jerman, Tobias Trübenbacher, menciptakan lampu ramah lingkungan bertenaga angin. Mengutip dari Dezeen, lampu ini dilengkapi rotor angin untuk memberinya energi penerang dan sistem deteksi gerak yang menciptakan pencahayaan ramah serangga.
“Polusi cahaya menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia, seperti gangguan tidur, depresi, penyakit kardiovaskular, diabetes hingga kanker. Selain itu juga berdampak buruk pada tanaman dan satwa,” sebut sang desainer dalam keterangan pers rilis.
“Kepunahan spesies, migrasi burung yang hilang orientasi, gangguan migrasi ikan, termasuk pada proses peluruhan daun tanaman, adalah deretan dampak negatif akibat polusi cahaya. Selain itu di Jerman, hanya salam satu malam di musim panas, sebanyak 1,2 miliar serangga mati oleh lampu jalan.“
Sementara setiap tahun, pertumbuhan lampu di seluruh dunia rata-rata meningkat 6%, di mana 83% populasi dunia telah terpapar cahaya buatan yang menerangi langit malam.

Penempatan Papilio sebagai Penerang Jalan di Berlin, Jerman. Foto : Papilio
Tobias melalui produknya yang dinamai Papilio, mencoba mengurangi dampak ekologi dari lampu jalan. Lampu karyanya memakai rotor Savonius yang terintegrasi dan terbuat dari metal lipat yang terkoneksi dengan generator 300 watt untuk memproduksi energi bersih. Rotor yang berorientasi diagonal ini dapat beroperasi dari arah mana pun angin berhembus. Motor bekerja baik dengan angin vertikal dan aliran udara horizontal yang muncul setiap harinya.
Sebuah batere isi ulang daya pun disematkan guna menyimpan listrik saat angin berhenti bertiup. Papilio dengan begitu, bisa tetap berfungsi tanpa butuh infrastruktur tanah – sebagaimana lampu penerang jalan umumnya – untuk pasokan listrik agar menyala. Papilio bahkan bisa disambungkan ke jaringan listrik yang bisa turut memasok energi kala musim angin kencang.

Seorang Mekanik sedang Melakukan Proses Pembuatan Papilio di Berlin, Jerman. Foto : Papilio
Arah cahaya lampu langsung ke bawah sehingga meminimalisasi polusi cahaya. Sebuah sensor infrared membuat lampu menyala saat diperlukan saja (seperti saat orang berjalan di bawahnya). Fungsi lainnya lampu memakai spektrum pencahayaan yang mereduksi warna biru dan pencahayaan hangat yang mengurangi ketertarikan serangga untuk mendekat.
Papilio berasal dari bahasa latin yang artinya kupu-kupu. Nama ini sebagai penghargaan terhadap desainnya, dan kemampuannya melindungi serangga malam dari dampak buruk polusi cahaya, serta manfaat lainnya. “Dengan Papilio, proses pasokan energi (berkelanjutan) menjadi elemen utama dari penerangan jalan selain memperindah jalanan, area jalan kaki, dan wilayah perkotaan baik siang ataupun malam,” lanjut sang desainer, “ini merupakan lampu jalan untuk kehidupan masa depan.”