bermacam-macam. Mulai dari limbah plastik, makanan, kertas, kimia, medis, busana, dan masih banyak lagi. Namun, ada satu limbah yang selama ini cukup luput dari perhatian, yaitu limbah mebel atau furnitur.
Tak hanya di Indonesia, limbah mebel juga jadi masalah di belahan bumi lain. Kenyataannya, dalam menangani limbah, perlu ada kesadaran konsumen untuk membenahi mindset mereka terkait pola konsumsi. Menjadikan usia produk semakin lama dengan mencari pemilik baru adalah salah satu jalan keluarnya. Untuk itu, sebuah perusahaan bernama Inhabitr, memfasilitasi upaya mereka yang makin peduli lingkungan lewat cara “berbagi” furnitur.
Mengutip dari Inhabitat, melalui teknologi “cloud system”, Inhabitr memonitor persediaan berbagai tipe furnitur dan komponen dekorasi interior. Lalu, konsumen bisa menyewa jenis furnitur dan/atau dekorasi interior yang mereka inginkan dalam jangka pendek atau panjang.
Inhabitr yang fokus pada kualitas desain dan tren kekinian dari furnitur, tak sekedar melayani pemilik rumah, atau penyewa lain secara personal, melainkan juga sektor bisnis komersial, pengembang real estate, dan juga industri hospitality, seperti hotel dan restoran.
Bertujuan mengurangi dampak lingkungan dari limbah furnitur, Inhabitr mempertahankan fungsi dan layak pakai furnitur selama mungkin. Layanannya termasuk menyediakan opsi furnitur pilihan, hingga pengiriman dan pemasangan. Untuk pengirimannya hanya memakan hitungan hari sejak perusahaan memiliki banyak gudang di banyak kota di AS.
Selain perlengkapan furnitur untuk tiap jenis ruangan, perusahaan juga menyediakan berbagai peralatan makan, permadani, dekorasi seni interior, hingga TV. Setelah semua barang itu selesai disewa, Inhabitr akan kembali membawa, membersihkan, atau bahkan memperbaikinya bila diperlukan sebelum menjadikannya kembali layak dipakai oleh konsumen lain.
Bila konsumen berniat untuk memilikinya secara permanen, Inhabitr mencatumkan opsi “rent-to-own”, sehingga konsumen bisa memiliki furnitur yang mereka sewa sebelumnya. Pada proses pergerakan furnitur antar konsumen, Inhabitr menjalin kerja sama dengan retailer (pengecer), likuidator, grosir, hingga pabrik pada akses persediaan produk. Dengan kerja sama ini, Inhabitr menjalankan bisnis independen yang bisa mengurangi limbah dengan memasukkan produk-produk yang tersedia itu ke dalam sistem data cloud-nya untuk dimanfaatkan. Ini berarti mebel yang ditawarkan bisa berasal dari pabrik atau konsumen lain.
Sejak berdiri, perusahaan melaporkan bahwa perputaran omsetnya mencapai US$ 5 juta lebih kurang Rp 71,5 miliar (kurs Rp 14.300) dari furnitur yang jika dalam kondisi normal (penggunaan biasa tanpa perawatan) bisa berakhir di lahan sampah. Inhabitr secara unit bisnis terus berkembang secara substansial, bahkan di tengah pandemi, memperlihatkan adanya dukungan konsumen pada opsi desain interior yang berkelanjutan.
“Jika anda tidak punya cara untuk kembali memakai furnitur seperti kebiasaan umum, anda tak akan pernah menyelesaikan persoalan limbah pembuangan,” sebut Ankur Agrawal, pendiri dan CEO Inhabitr. “Dengan teknologi yang ada, kami menciptakan cara bagi konsumen yang menginginkan sofa tiap tahun, contohnya, atau berniat menukarnya dengan sofa lain. Konsumen punya pilihan untuk memajang furnitur mereka pada cloud kami. Sistem data cloud kami akan kembali mengirimkan furnitur itu pada konsumen lain yang berharap produk itu ada di rumahnya. Ini akan menciptakan nilai yang adil bagi sofa tersebut.”