Jakarta, MajalahCSR.id – Sejak diproklamasikan pada 25 September 2015 lalu, Sustainability Development Goals (SDGs) menjadi kiblat bagi seluruh negara di dunia untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutannya. SDGs adalah program yang disepakati oleh para pemimpin dunia saat itu, berlangsung selama 15 tahun, yang berakhir pada 2030 mendatang.
Terdiri dari 17 tujuan yang mencakup sektor esensial, mulai dari ekonomi, lingkungan, sosial, seperti komitmen untuk mengatasi kelaparan, memperbaiki pendidikan, mengutamakan kelestarian air bersih, menghilangkan ketidaksetaraan, mengatasi masalah iklim, dan beberapa tujuan lainnya.
Mengutip dari Inhabitat, tahun ini menginjak tujuh tahun berselang sejak para pemimpin dunia mendeklarasikan SDGs. Selama periode tersebut faktor gangguan politik, lingkungan, kemanusiaan, dan ekonomi datang silih berganti yang memperberat upaya tahapan pencapaian ke-17 tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut.
Salah satu cara untuk melihat dan mengukur pencapaian pada tujuan pembangunan berkelanjutan, bisa melalui kegiatan laporan tahunan yang disusun korporasi atau lembaga lainnya. Sebagai informasi, pelaporan Sustainable Development Goals itu masuk ke Departemen Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa, ataupun input dari lembaga lokal dan global, lembaga sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, ahli statistik, dan para profesional industri.
Secara garis besar, ke-17 program pengentasan itu meliputi kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan, air bersih, keberlanjutan energi, dan lain-lain. Untuk laporan tahun 2022 sudah dirilis pada awal tahun lalu, dan hasilnya boleh dibilang kurang maksimal. Bagaimana penjelasannya?
- Tanpa kemiskinan/No Poverty
Laporan mengungkapkan upaya untuk mengakhiri kemiskinan ternyata seolah kembali ke kondisi 4 tahun sebelumnya. Penyebab utamanya adalah kondisi pandemi. Hilangnya pekerjaan karena kondisi tersebut berimbas pada situasi ekonomi yang di saat bersamaan terjadi inflasi tinggi dan menyulitkan untuk mengetatkan pengeluaran.
- Tanpa kelaparan/Zero Hunger
Ini berhubungan dengan poin kemiskinan, upaya untuk menangkal terjadinya kelaparan warga di dunia terkendala masalah perang, harga pangan yang melonjak, dan ketidaksetaraan yang sistematis. Pada 2020, satu dari sepuluh orang mengalami kelaparan, sementara satu dari 3 orang kesulitan untuk akses pangan mereka.
- Kehidupan sehat dan sejahtera/Good Health and Well Being
Pandemi selama dua tahun berjalan ini, menghantam dunia kesehatan dengan rekor 500 juta orang terinfeksi dan 15 juta lainnya meregang nyawa. Sementara itu, terganggunya pelayanan kesehatan akibat lonjakan kasus yang luar biasa, berkontribusi pada kurangnya penanganan pencegahan. Hal ini menimbulkan masalah baru di penyakit lainnya yang justru juga mengalami peningkatan jumlah kematian.
- Pendidikan berkualitas/Inclusive and equitable quality education
Pandemi memicu gangguan proses belajar yang setidaknya berdampak pada satu generasi. Banyak siswa yang akhirnya tidak kembali ke bangku sekolah. Di sisi lain, di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah, kemampuan akses terhadap pendidikan dan pembelajaran terus merosot, menyebabkan kesenjangan pendidikan yang kian melebar.
- Kesetaraan gender/Gender equality
Pandemi juga dilaporkan mempengaruhi peran perempuan di bidang pekerjaan, dengan lebih banyak dari mereka memutuskan keluar pekerjaan untuk menjaga anak-anaknya di rumah di banding pria. Informasi dari banyak negara menyebutkan, hanya 57% para wanita yang punya akses dan keputusan terhadap layanan kesehatan. Selanjutnya, satu dari 4 perempuan mengalami kekerasan dari pasangannya. Selain itu, setelah SDGs ini berjalan, perempuan hanya menempati 26% dari jabatan kepemimpinan secara politis.
- Air bersih dan sanitasi layak/Secure water availability
Manusia, dalam kurun 300 tahun aktivitasnya, sudah menghilangkan 85% wilayah lahan basah di daratan bumi (seperti rawa, paya, gambut). Lebih dari 3 miliar penduduk planet ini masih dipertanyakan terhadap ketersediaan air layak bagi aktivitasnya. Lebih dari 744 juta orang tinggal di negara dengan isu masalah air. Laporan yang disampaikan juga menyertakan bahwa kita butuh upaya 4 kali lipat agar ketersediaan air menjadi sesuai kebutuhan di 2030.
- Energi bersih dan terjangkau/Access to affordable, reliable, sustainable energy
Disebabkan oleh banyaknya hambatan dalam menjangkau komunitas yang marjinal, perkembangan ketersediaan energi listrik jadi melambat. Program efisiensi energi listrik tidak secepat yang diharapkan. Industri permodalan juga mengalami kemunduran dalam mengucurkan dana kepada negara berkembang untuk proyek pengimplementasian sumber energi terbarukan. Memang total produksi energi terbarukan naik seperempat dari total pemakaian energi, namun hanya meliputi 18% dari total pemakaian energi secara keseluruhan.