MajalahCSR.id – Merebaknya wabah COVID-19 yang menjadi pandemi di seantero dunia, berakibat banyaknya sektor kehidupan yang terpukul. Selain menghantam kesehatan, sektor ekonomi pun turut terhantam. Tak sedikit sektor swasta yang limbung dan akhirnya terjungkal. Lantas bagaimana dengan kabar perusahaan dan usaha rakyat yang tergolong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)?
Situasi yang tak menguntungkan mendorong para pengusaha dan pegiat UMKM untuk mencari solusi agar tetap bertahan. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan garmen PT Dan Rilis yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Demi untuk bertahan – karena pasar tekstil yang menurun akibat pandemi – perusahaan ini “shifting product”, dari awalnya memproduksi tekstil untuk sandang dan lainnya, kini menghasilkan masker, busana hazmat, dan medis.
Hal ini terungkap dari diskusi online yang dihelat Indonesia CSR Society, pada Jumat (19/6/2020). Diskusi yang mengangkat tema Survival Perusahaan dan UMKM dalam Masa Pandemi COVID-19 menghadirkan dua narasumber. Narasumber pertama mewakili perusahaan, dalam hal ini PT Dan Rilis, sementara yang kedua adalah PT Solusi Bangun Indonesia yang memberdayakan sejumlah UMKM.
“Perusahaan garmen kita ada cancel order mulai 10 hingga 20%, karena kesulitan barang masuk dan negara tujuan juga tengah lockdown,”jelas Dian Kurnia Retnowati, Departemen Sekretariat Humas, CSR, K3, dan Social Compliance PT Dan Riis. Selain itu kondisi lain yang menghantam adalah pasar tekstil yang sepi, diitambah retail, toko/mall/separtment store yang turut tutup. Sementara jenis handycraft (kerajinan) nyaris semua pesanan dibatalkan. Akhirnya pihak direksi berinsisatif memproduksi masker kain untuk masyarakat umum yang sehat.
“Awalnya kami punya target 1 juta masker, namun akhirnya tembus ke 6 juta masker,” papar Dian, bangga. Kegiatan produksinya dimulai sejak 18 Maret 2020. Dua puluh persen dari produksi masker itu, didonasikan ke rumah sakit, lembaga masyarakat (masjid, gereja, panti asuhan/panti jompo, komunitas, PMI, dan lain-lain), pengrajin, dan lembaga TNI/Polri. Sejauh ini sudah menjangkau 120 lokasi dengan total masker yang disalurkan sebanyak 60 ribu masker.
Kini produk masker produksi PT Dan Rilis sudah dalam tahap ekspor. Meski demikian, tak mudah bagi perusahaan memproduksi masker di awal pembuatan. Hal ini karena para pekerjanya harus kembali belajar memprodusi masker, yang teknik jahitannya berbeda dengan sandang. Selain masker, pihaknya juga memenuhi pesanan rumah sakit di Solo untuk hospital/surgical gown (seragam/pakaian operasi).
Setelah itu, pesanan jenis produk pun kian meluas menjadi coverall/covershoes atau alat pelindung diri bagi tenaga medis (APD) untuk merawat pasien COVID-19. Hal ini dilakukan mulai dari nol, termasuk pencarian material, trial proses jahit, uji coba produk, pengurusan ijin (produksi dan edar), hingga kepentingan marketing dalam pembuatan brosur, pemasaran, dan lainnya.
Produk selanjutnya adalah pembuatan face shields, yang mulai diproduksi pada 16 April 2020. Hal ini untuk mengisi kekosongan pesanan tekstil dan handycraft. Tahap selanjutnya, PT Dan Rilis, lanjut Dian, akan memproduksi masker medis dan baju medis dengan bahan khusus.
Edi Prajitno, General Affair dan Community Relations Manager PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Narogong, Jawa Barat, menjelaskan upaya perusahaannya dalam menghadapi COVID-19.
“Karena kami bagian dari BUMN, dan melaksanakan pesan dari Kementerian BUMN, bahwa semua alokasi anggaran diupayakan mengarah pada penanganan COVID-19,”cetus Edi. Mengingat banyaknya UMKM yang terdampak oleh wabah corona PT SBI berupaya membantu. Menurut UMKM Center Asosiasi Business Development Services Indonesia per 19 April, sebanyak 7.994 UMKM di Indonesia terdampak pandemi COVID-19, di mana 1.569 UMKM diantaranya berasal dari Jawa Barat. Alasan terdampaknya UMKM sebagian besar karena turunnya permintaan produk (96%) dan kenaikan harga bahan baku (81%).
Dari keseluruhan UMKM, dua persen diantaranya justru mengalami peningkatan permintaan produk. Jenis usahanya mulai UMKM minuman herbal, budidaya pertanian rempah dan sayur, makanan kemasan siap saji, dan UMKM yang memproduksi alat kesehatan (masker kain).
UMKM yang berbasis minuman kesehatan seperti jahe, kunyit, produknya dipesan untuk karyawan PT SBI. “(Tapi) Formulanya harus disesuaikan (lebih banyak jahe dan kunyit), karena selama ini komposisinya kebanyakan gula (dibanding jahe atau kunyitnya),” ungkap Edi. Sehingga, karyawan di pabrik selain mendapat vitamin juga diberi minuman jahe produk UMKM untuk imunitas tubuh.
Sejauh ini PT SBI membina 28 UMKM di lingkungannya di Narogong yang juga terdampak oleh kondisi pandemi. Sehingga, perusahaan berupaya mencari solusi agar UMKM binaannya tak hilang karena tak kuat menghadapi situasi sulit. Salah satu yang ditempuh terkait shifting strategy. Artinya, memetakan UMKM binaan untuk shifting bisnis kepada sektor yang bisa bertahan atau naik permintaannya. Sebagai contoh, PT SBI membantu UMKM Cahyarini pembuat boneka menjadi produsen masker, dan UMKM Pertanian Terpadu pertanian yang beralih memproduksi hand sanitizer.
Strategi kedua yang dijalankan oleh perusahaan adalah enable resource, di mana mendukung resource yang dibutuhkan oleh para UMKM untuk memasuki bisnis baru mereka. Setelah itu dilakukan pedampingan untuk create market, yaitu membantu UMKM untuk memperluas pasar produknya. Selanjutnya, commit to use CSR product, PT SBI berkomitmen untuk menggunakan produk-produk yang berasal dari UMKM rakyat. Selain membantu UMKM, PT SBI pun menerapkan protokol kesehatan yang ketat bagi internal perusahaan dan mengedukasinya ke masyarakat sekitar lewat bantuan infrastruktur dan juga pemahaman keamanan dari penyebaran wabah.