banner
Sejumlah pengunjuk rasa melakukan aksi di luar lokasi penyelenggaraan pertemuan iklim COP27 di Mesir. Foto: Peter Dejong/AP via The Guardian
Berita

COP27 Setujui Pendanaan Hijau Atasi Dampak Krisis Iklim bagi Negara Berkembang

181 views

Jakarta, MajalahCSR.id – Sejumlah negara berkembang merayakan kemenangan mereka atas keputusan bersejarah negara-negara maju terkait kebijakan iklim pada Minggu (20/11/2022). Seperti yang dilansir oleh The Guardian, sejumlah negara maju menyetujui pemberian dana global untuk memperbaiki “kerusakkan dan kehilangan” yang terjadi pada lingkungan atas aktivitas industri mereka. Dana ini diberikan kepada negara-negara miskin akibat bencana iklim yang terjadi karena rusaknya lingkungan.

Namun demikian, keputusan ini masih jauh dari harapan, dengan sejumlah poin-poin yang punya banyak kelemahan. Narasumber dari sejumlah negara menyebutkan bahwa taka da kemajuan komitmen untuk membatasi potensi kenaikan suhu 15°C pada pertemuan COP26 di Glasgow, Skotlandia, tahun kemarin. Sementara dialog untuk membatasi dan menghentikan pemakaian bahan bakar fosil, hasilnya masih nihil.

Sameh Shoukry, Menteri Luar Negeri Mesir dan Presiden Pertemuan Iklim COP27 di Mesir mengatakan, “Kami memperluas kesempatan. Kami bekerja di waktu siang dan malam, bersatu dan berupaya menggapai manfaat dan tujuan yang sama, yang lebih luhur. Pada akhirnya kami melakukan hal yang perlu dilakukan. Kami mendengar semua keputusasaan dan penderitaan (akibat perubahan iklim).”

Sementara itu, Menteri Perubahan Iklim Pakista, Sherry Rehman, menyatakan rasa syukurnya atas hasil ini. “(Keputusan penyaluran dana hijau) Ini bukan sekedar menerima proyek amal,” cetusnya. “Ini merupakan uang muka untuk investasi masa depan, dan juga keadilan iklim.”

Pakistan pada September lalu mengalami bencana banjir terbesar akibat kekacauan perubahan iklim yang mulai terasa dampaknya di berbagai belahan bumi.

Kesepakatan pendanaan hijau ini melalui proses negoisasi yang sangat alot sepanjang malam sebelumnya dan akhirnya disetujui pada Minggu (20/11/2022) pukul tujuh pagi waktu setempat (Mesir).

“Proses keputusan ini sama sekali tidak mudah. Namun hasilnya akan memberi manfaat pada wilayah-wilayah (negara berkembang) yang sangat terdampak (akibat perubahan iklim) di seluruh dunia,” kata Simon Stiell, Pemimpin Perubahan Iklim PBB.   

Stiell juga menegaskan bahwa keputusan ini harus segera direalisasikan secepatnya, serta tak ada lagi alasan buat menunda. Menurutnya rencana tiap negara untuk menurunkan emisi gas rumah kaca mereka di tahun 2030, tak lagi cukup untuk mampu mencegah potensi kenaikkan suhu global 1,5°C di atas level era pra industri, seperti yang disarankan ilmuwan. “(Rencana penurunan emisi) Ini belum cukup (tanpa kebijakan lainnya). Perhatian kita tetap harus fokus pada 2030,” tegasnya.

Konferensi COP27 yang berlangsung selama 2 pekan di Sharm El-Sheikh, Mesir, dan pada pembahasan ini berlangsung lebih dari 36 jam melebihi waktu deadline pada Jumat malam.

Masih ada upaya penggagalan penanganan emisi

Pada beberapa proses tahapan, persetujuan ini sangat tidak mungkin untuk digapai. Pada saat-saat terakhir, sejumlah negara terlibat perdebatan sengit terkait beragam isu iklim dari mulai target kenaikkan suhu 1,5°C, menghentikan pemakaian bahan bakar fosil, kebutuhan dan hak suku (penduduk) asli, perlindungan lingkungan, dan cara transisi ke energy bersih pada mereka yang secara ekonomi masih tergantung pada energy fosil.

Banyak pihak merasa persetujuan ini malah gagal pada hal-hal yang lebih penting. Frans Timmermans, Presiden Direktur Komisi Eropa, mengatakan bahwa negosiasi sangat berliku. Termasuk di antaranya sejumlah negara yang mencoba menghentikan target 15°C, serta menghapuskan keharusan untuk menerapkan hasil keputusan Glasgow (COP26) untuk memperbaharui rencana tahunan mereka dalam menurunkan emisi.

“Banyak pihak hari ini yang belum siap untuk melakukan kemajuan dalam penanganan krisis iklim,” ungkapnya. “Terlalu banyak upaya untuk menarik kembali kesepakatan Glasgow. Keputusan (penurunan emisi) ini belum cukup.” Timmermans melanjutkan, bahasa yang digunakan untuk (kampanye) 1,5°C sangat lemah. “Kami kecewa tidak bisa memperoleh keputusan yang lebih (signifikan),” tuturnya. “Kita semua kalah.”

Di luar kesepakatan yang disebut masih belum memuaskan, sejumlah pihak tetap menyambut baik keputusan pendanaan hijau ini. Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, menyebutkan bahwa pendanaan ini merupakan langkah penting menuju keadilan terutama bagi negara berkembang yang sangat sedikit berkontribusi pada perubahan iklim, namun dampak bencana iklim bagi mereka justru paling berat.

“Saya menyambut baik keputusan pendanaan guna atasi bencana akibat dampak perubahan iklim,” kata Guterres. “Sejujurnya ini belum cukup, perlu dukungan politik untuk membangun kepercayaan kembali. Suara-suara yang memperjuangkan krisis iklim, haruslah didengar.”

banner