MajalahCSR.id – Menyambut konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada iklim, yaitu COP26 yang dimulai di Glasgow pada 31 Oktober kemarin, DBS Group pada Rabu (3/11/2021) mengumumkan, DBS adalah bank Singapura pertama yang menjadi penandatangan pada pertemuan yang diadakan oleh PBB, Net-Zero Banking Alliance (NZBA) yang dipimpin industri.
NZBA adalah komponen dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) dan diselenggarakan oleh Inisiatif Keuangan Program Lingkungan PBB. Pengumuman ini memperkuat komitmen berkelanjutan bank untuk bekerja bersama rekan-rekan industri, pelanggan, dan pembuat kebijakan dalam upaya kolektif dalam transisi global menuju karbon netral.
Mark Carney, Utusan Khusus PBB untuk Aksi Iklim dan Keuangan, serta Penasihat Keuangan Perdana Menteri Inggris Johnson untuk COP26, mengatakan, “DBS akan menjadi bank Singapura pertama yang bergabung dengan Net-Zero Banking Alliance dan GFANZ, yang merupakan standar tertinggi untuk komitmen dan tindakan pada kebijakan emisi netral. Dengan bergabungnya DBS dalam program ini, DBS akan bekerja dengan nasabah korporasi, investor, sesama anggota GFANZ, dan sektor publik untuk mengimplementasikan ambisi iklim menjadi tindakan yang akan mengurangi emisi sambil menumbuhkan ekonomi kita.”
Menurut Carney, komitmen, keahlian, dan kepemimpinan DBS akan memberikan sumbangan kuat, khususnya di kawasan ASEAN, yang sangat penting bagi dekarbonisasi global, untuk mendorong transisi ke ekonomi emisi nol bersih.
Sementara itu, Piyush Gupta, CEO Bank DBS, menyebutkan, bergabungnya DBS dengan aliansi GFANZ dalam komitmen emisi karbon netral pada 2050 merupakan bukti keseriusan pihaknya. “Kami sangat yakin bahwa tindakan kolektif penting untuk mencapai masa depan emisi netral, dan sekarang kami memiliki pemahaman sama tentang tindakan konstruktif dan berdampak yang dapat dilakukan,” ujarnya.
NZBA diluncurkan pada April 2021 dan saat ini mencakup 87 bank di 36 negara, mewakili lebih dari 40% aset perbankan global senilai sekitar USD65 triliun. Sebagai penandatangan NZBA, DBS berkomitmen untuk:
- Transisi operasional emisi gas rumah kaca (GRK) dan yang disebabkan oleh [1] portofolio pinjaman dan investasinya untuk diselaraskan dengan jalur menuju emisi nol pada tahun 2050 atau lebih cepat;
- Mengumumkan emisi absolut dan intensitas emisi setiap tahun sesuai dengan praktik terbaik dan dalam waktu satu tahun setelah menetapkan target; dan
- Menerapkan pendekatan yang kuat terhadap peran kredit karbon/ carbon offset (penggunaan energi berkelanjutan untuk mengimbangi penggunaan bahan bakar fosil) dalam rencana transisi.
Hal ini memperkuat upaya DBS untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong komitmen bank untuk mewujudkan masa depan emisi nol bersih Bank juga telah membuat kemajuan yang stabil di beberapa bidang sebagai bagian dari upaya keberlanjutan yang lebih luas.
- Mencapai emisi karbon operasional nol bersih pada 2022
DBS berkomitmen untuk mencapai emisi karbon operasional nol bersih di seluruh bank pada 2022 dan terus mengurangi jejak karbon bank sambil memajukan agenda pengadaan berkelanjutan. Pada akhir 2020, 99,9% pemasok baru DBS telah menandatangani komitmen mereka terhadap Prinsip Bank dalam Pengadaan Keberlanjutan (Sustainability Sourcing Principles/SSP).
Pada November 2017, DBS menjadi penandatangan RE100 – bank Asia dan perusahaan Singapura pertama yang bergabung dengan prakarsa energi terbarukan global. Bank berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan untuk operasinya di Singapura pada 2030.
- Pencapaian komitmen tanpa batubara pada 2039.
DBS adalah bank Singapura pertama yang berkomitmen untuk mencapai indutri non batubara pada 2039. Pada April lalu DBS mengatakan akan menghentikan penerimaan nasabah baru yang pendapatannya lebih dari 25% dari batubara termal. DBS juga akan menghentikan pembiayaan pelanggan yang memperoleh lebih dari 50% pendapatan dari batubara termal mulai Januari 2026, kecuali untuk batubara non-termal atau kegiatan energi terbarukan.
DBS secara progresif menyempurnakan komitmen batubaranya untuk mengatasi perubahan iklim selama beberapa tahun terakhir. Pada Februari 2018, bank menyatakan akan membatasi pembiayaan untuk proyek pembangkit listrik tenaga batubara berteknologi emisi karbon lrendah, dan menyetop pembiayaan industri batu bara baru. Ini diikuti oleh penghentian total pembiayaan aset pembangkit listrik tenaga batubara baru pada April 2019.
Pada saat yang sama, bank terus meningkatkan dukungan terhadap sektor energi terbarukan, yang dibuktikan dengan peningkatan paparan terhadap proyek energi terbarukan sebesar 4,2 miliar dolar Singapura pada 2020 dibandingkan dengan 2,85 miliar dolar Singapura pada 2019.
- Meningkatkan dampak positif ESG melalui keuangan berkelanjutan
Pada 2021, DBS Group menaikkan target keuangan berkelanjutan menjadi 50 miliar dolar Singapura pada 2024, mempercepat agenda keberlanjutannya dalam membantu pelanggan memasukkan praktik bisnis berkelanjutan ke dalam strategi bisnis mereka secara keseluruhan.
Hingga akhir Oktober 2021, DBS telah menyelesaikan pembiayaan berkelanjutan senilai lebih dari 30 miliar dolar Singapura.
- Berkomitmen untuk hadir secara transparan
Pada 2019, DBS menjadi bank pertama di Singapura dan Asia Tenggara yang mengadopsi Prinsip-prinsip Ekuator (Equator Principles, EPs). EPs adalah kerangka kerja manajemen risiko yang diakui secara global yang diadopsi oleh lembaga keuangan untuk menentukan, menilai dan mengelola risiko lingkungan dan sosial dalam proyek infrastruktur.
DBS juga merupakan salah satu pengadopsi awal rekomendasi Satuan Tugas Pengungkapan Informasi Keuangan Perusahaan Terkait Iklim (Task Force on Climate-related Financial Disclosures, TCFD) tentang pengungkapan sukarela seputar risiko dan peluang terkait iklim.