MajalahCSR.id – Putih telur dan bubuk putih telur umumnya dipakai di industri makanan. Bahan makanan ini lazim digunakan sebagai penghias kue seperti “royal icing” dan bubuk “meringue”.
Sebagai catatan, konsumsi protein telur pada 2020 lalu mencapai 1,6 juta ton, dan diperkirakan terus meningkat di tahun mendatang. Namun ini berarti butuh lebih banyak lagi ayam-ayam petelur dan bahkan memperluas/mendirikan peternakan yang baru guna mengimbangi naiknya permintaan telur. Pada akhirnya, munculnya kebutuhan pakan yang juga meninggi dan limbah yang bertambah.
Beruntungnya, mengutip Intelligentliving, sejumlah ahli dari Universitas Helsinki dan VTT Technical Research Center of Finland, menemukan jenis jamur yang mampu menghasilkan protein yang setara putih telur sebagai alternatif solusi yang lebih hijau.
Penemuan ini pun diinformasikan melalui jurnal Nature Food, pada 16 Desember 2021 lalu. Para pakar itu mengubah serabut jamur, yang disebut Trichoderma reesei, agar bisa memproduksi zat ovalbumin (yang biasa terdapat dalam putih telur), yang bahkan 50% persen kandungan proteinnya lebih banyak dibandingkan bubuk putih telur.
Para ahli awalnya memisahkan gen ayam yang bertanggung jawab menghasilkan ovalbumin. Lalu, mereka menyuntikkan gen tersebut ke dalam jamur, yang menghasilkan protein. Hasil konsentrat ini dikeringkan dan diubah jadi bentuk tepung. Akhirnya, para pakar menguji bubuk konsentrat dan menemukan standard kualitas yang sama seperti putih telur, termasuk kemampuannya dibentuk menjadi foam atau busa.
Tak sampai di situ, para peneliti lalu membandingkan dampak jika kuantitas ayam petelur ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan putih telur, dengan produksi ovalbumin dari jamur. Luar biasanya, penggunaan jamur bisa mengurangi kebutuhan lahan hingga 90% dan menekan tingkat emisi karbon dari 31 sampai 55%. Penurunan ini kian bertambah, ketika pada praktiknya menggunakan sumber energi rendah karbon. Ilmuwan memperkirakan gas rumah kaca yang bisa direduksi bisa mencapai 72%!
Jamur bukan satu-satunya material sumber protein berkelanjutan yang dikembangkan oleh para ahli. Belum lama ini ada kabar juga jika para ilmuwan mengubah limbah minuman alcohol jadi protein bermanfaat dan serat, sementara pakar lainnya membuat protein yang mampu dimakan dari plastik, karbon dioksida, dan limbah makanan. Bahkan perusahaan asal Inggris, Nutrapharma, membuat tepung suplemen kaya protein dari buah dan sayur yang kelebihan produksi dan tak termanfaatkan.