MajalahCSR.id – Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Ekonom, dan Pengajar Senior Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Emil Salim menyatakan, dunia masih belum punya rumusan yang tepat soal penanggulangan krisis ekonomi. Krisis ini menurutnya telah mengubah ekonomi secara global.
Emil juga menyorot dalam krisis kali ini yang disebutnya belum ada leadership global yang mampu menangani. Amerika juga mendapat sorotan dari ekonom senior ini.
“Amerika (kini) dipimpin oleh orang yang mengedepankan kepentingannya sendiri,” cetus Emil. Hal ini turut memperberat penanganan global untuk mencegah meluasnya pandemi termasuk menghentikan virusnya.
“Belum ditemukannya vaksin, maupun obat penawar memaksa dunia (dalam kurun 3 – 5 bulan ini) untuk menerapkan (istilah) new normal,” katanya. Pola hidup baru mulai diadopsi seperti social (physical) distancing, rutinitas pekerjaan dilakukandari rumah, kerumunan dihindari. Bagaimana dampaaknya terhadap negara berkembang termasuk Indonesia?
“New normal menggunakan teknologi digital. Asumsinya (pengertiannya) adalah harus ada pemahaman terhadap teknologi digital,” urainya. Indonesia menurut Emil, dari Sabang sampai Merauke, tidak seluruhnya tersentuh layanan listrik. Kondisi ini menimbulkan ancaman baru, yang jika dulu adalah ancaman buta huruf, kini ancaman tidak melek digital.
Emil melanjutkan, yang patut mendapat perhatian dari adanya dampak pandemi corona (yang menimbulkan pemutusan hubungan kerja) terhadap ekonomi adalah “the low income group”. Sehingga social safety net yang dilakukan menteri keuangan menjadi upaya menyelamatkan kondisi ekonomi masyarakat bawah (“poor”, “near poor”, dan “new poor”). Namun Emil menggarisbawahi bahwa pemberian social safety net ini bukan bagian pemecahan masalah secara keseluruhan.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadapi dua persoalan, pertama teerkait penyelesaian soal COVID-19 dan dampak ekonomi (sosial) akibat pandemi ini,” jelas pria tokoh tiga jaman yang masih aktif berkarya hingga sekarang.
“Saya ingin mengusulkan (kepada Pemerintah), utamakan pengembangan pangan, bukan oleh BUMN, melainkan oleh masyarakat kita sendiri,” cetus pria kelahiran 8 Juni 1930 ini. Menurutnya hal ini penting karena akibat pandemi ini dunia menghadapi ancaman persoalan krisis pangan. Dengan fokus pengembangan pangan (yang bisa dikembangkandari desa) ini ada “employment” baru yang bisa dikembangkan dan bersifat produktif, dilakukan secara labor intensive.
Emil berharap dengan peningkatan kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat akan menjadi asupan gizi yang mampu menghadapi serangan virus karena meningkatnya imunitas tubuh.
“Ada gabungan langkah untuk mengatasi Covid-19: tingkatkan imunitas dengan meningkatkan gizi, lapangan kerja, menangani masalah kemiskinan, penanganan sebaran virus,” usul Emil. Penanganan yang dilakukan pun perlu simultan baik secara kesehatan maupun ekonomi (sosial).
Emil mengharapkan, pemerintah perlu berhati-hati dalam menangani pandemi. Ditanyakan soal solusi UMKM dalam menghadapi masa pandemi, Emil berharap pemerintah daerah taj sekedar memberi bantuan modal namun juga bantuan pemahaman bagi UMKM untuk mengenal dan memahami teknologi digital. Selama ini UMKM dikatakan Emil, hanya melakukan business as usual tanpa melihat adanya perubahan yang semestinya dilakukan. Hal ini tentunya akan mengancam keberlangsungan dari pelaku UMKM untuk sekarang maupun ke depannya.
Tanggapan Emil Salim itu disampaikan dalam acara diskusi webinar yang diselenggarakan Catalyst Talks bertema Living Through Multiple Crises, beberapa waktu lalu.