Jakarta, MajalahCSR.id – Kementerian ESDM melalui Sekretariat EITI Indonesia mendorong industri ekstraktif di Indonesia untuk lebih transparan sesuai prinsip tata kelola lingkungan, sosial dan perusahaan (ESG). Hal ini disampaikan Agus Cahyono Adi, Kapusdatin ESDM, di Bogor, Senin (12/9/2022). Sebagai bagian komitmen Indonesia terhadap misi pembangunan berkelanjutan menuju era Net Zero Emissions, menurut Agus, ada manfaat baik jika perusahaan menerapkan transparansi pada isu ini.
Manfaat itu di antaranya bisa merasakan hubungan baik dengan masyarakat dan secara bersamaan membuat operasional berjalan dengan baik pula. Selain itu, transparansi merupakan mandat dari dari prinsip Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif Indonesia (EITI) dan konstitusi bahwa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) perlu dipertanggungjawabkan kepada publik.
“Di negara ini kita sudah mendapat amanah yang luar biasa melalui konstitusi, di UUD 1945 pasal 33. (Pada pasal itu) Kita diminta untuk mengelola SDA secara governance (atau tertata kelola) dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya kita selaraskan dengan prinsip EITI untuk bisa diterapkan,” ujar Agus dalam sambutannya di acara Dialog Kebijakan Tematik EITI.
Sejatinya, imbuh Kapusdatin, siapapun bisa mempertanggungjawabkan pengelolaan SDA yang sejatinya bukan milik kita sendiri, melainkan juga milik generasi selanjutnya. Oleh karena itu perlu agar pemangku kepentingan mempertahankan industri ekstraktif ini.
Agus menegaskan bahwa saat ini penerapan ESG telah menjadi prasyarat bagi industri ekstraktif di Indonesia untuk mendapatkan izin mengelola SDA. Guna mendorong hal ini, pemerintah juga telah memangkas prosedur perijinan sehingga lebih simpel dan cepat.
Pada pelaksanaan pengawasan, pemerintah melakukan koordinasi dan supervisi yang ketat terkait penerapan ESG. Bahkan menurut Kapusdatin, pemerintah pernah memberi hukuman hingga mencabut izin perusahaan yang tak patuh aturan.
“Terakhir kemarin setelah ada izin, dievaluasi, kok masih banyak (perusahaan) yang tidak ‘compliance’ (patuh). Kemudian dikasih ‘punishment’, (di mana) ada 2.078 (perusahaan yang mengelola SDA) dan beberapa tidak compliance, akibatnya beberapa ada yang diputus izinnya. Ini salah satu langkah untuk mengelola SDA yang lebih governance,” paparnya.
Lebih lanjut beliau menerangkan, dalam transparansi ini diperlukan adanya keterbukan belanja sosial dan belanja lingkungan yang dikeluarkan perusahaan. Artinya, dengan transparansi itu, perusahaan justru bisa menampilkan bagaimana kontribusinya dalam melindungi dan mengembangkan wilayah sekitar pertambangan sebagaimana mandat dari UU Minyak Gas (Migas) dan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Kapusdatin melanjutkan, selain patuh terhadap aturan, transparansi juga memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Melalui transparansi itu, kepedulian sosial dan lingkungan di perusahaan justru bisa terlihat.
“(Korporasi) bisa (turut) melestarikan lingkungan kita. Termasuk ikut menjaga agar suhu bumi tidak meningkat sampai 1,5 derajat agar tidak (berpotensi) terjadi global warming. Kita sedang menuju era net zero emision karbon netral untuk bisa menjaga agar sustainable development ini terjaga dan pada akhirnya bisa mensejahterakan masyarakat di dunia ini melalui prinsip dasar ‘no one left behind’,” ujarnya.
Sektor pertambangan dalam negeri diyakini akan berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan sebagaimana amanat SDGs20, yaitu memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan mendukung pertumbuhan ekonomi (SDG 8), mengentaskan kemiskinan (SDG 1), mengurangi kelaparan (SDG 2), mendorong energi bersih dan terjangkau (SDG 7).
Namun demikian, kontribusi positif tersebut bisa diwujudkan, dengan catatan, pertambangan dalam negeri dikelola dengan baik. Perlu adanya kebijakan yang melindungi sumber daya alam (SDA) demi memulihkan ekosistem akibat dampak buruk reklamasi.
“Sektor pertambangan dalam pemulihan ekosistem dilakukan melalui kegiatan reklamasi dan pasca tambang kegiatan, agar dapat melindungi keanekaragaman hayati, mengendalikan dampak lingkungan, serta dan membantu memberikan manfaat untuk manusia dan lingkungan (SDG 14 dan SDG 15),” kata Tias Nurcahyani, Kasi Perlindungan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM.
Terkait pengawasan dan pembinaan pemerintah terhadap aspek Environmental, Social and Governance (ESG) diharapkan turut mendorong daya saing perusahaan tambang di dunia internasional.
“Tuntutan green company mendorong penguatan ESG pada subsektor pertambangan minerba pada pengelolaan lingkungan hidup. Namun penguatan ESG juga harus mengidentifikasi kehidupan kebutuhan dan kekhawatiran stakeholder sehingga dapat memperoleh dukungan masyarakat (social lisence) dalam kegiatan operasinya,” tutup Tias.
Webinar dialog EITI bertema “Transparansi Industri Ekstraktif melalui Publikasi Aspek ESG Perusahaan Pertambangan untuk Pembangunan Berkelanjutan” menghadirkan narasumber lain seperti Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, Jalal, Chair Person of Advisory Board Social Invesment Indonesia, dan dari kalangan korporasi, Suparam Bayu Aji, Head of Communication PT Vale Indonesia.