Plastik mempunyai sejarah cukup panjang di dunia. Adalah Alexander Parkes pada 1862 yang awal pertama mengkreasikan plastik yang disebut Parkesine dari bahan organik dan selulosa. Penemuan plastik organik yang disebut Parkesine ini tak lantas populer karena bahan bakunya yang mahal.
Seiring jaman, penemuan plastik untuk bahan berbagai produk ini kian berkembang. Sebut saja Leo Bakeland di tahun 1907 yang menemukan komposisi bahan plastik sintetis dari resin yang disebut Bakelite. Setelah itu tercatat nama Ralph Willey penemu Polyvinylidene Chloride (1933), kemudian E.W. Fawcett dan R.O. Gibson pemrakarsa Polyethylene, bahan plastik yang hingga kini populer digunakan.
Sementara Sten Gustaf Thulin di 1959 menemukan solusi dampak eksploitasi alam akibat penggunaan kayu sebagai kertas pembungkus melalui kantong plastik. Cikal bakal plastik dibawa ke produk industri konsumen adalah di tahun 1974. Di tahun itu perusahaan-perusahaan ritel di Amerika semacam Sears, Jordan Marsh, mulai mempopulerkan plastik sebagai alternatif kantong kertas. Beranjak tahun 1977, kantong plastik mulai massif digunakan di gerai kelontong di Amerika dan Kanada, lantas menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
Penemuan bahan baku plastik sintetis yang murah secara ekonomis dan berdaya guna produk (untuk beragam kebutuhan), menjadikannya euphoria dalam pemanfaatan. Dari awalnya bahan alternatif produk bahkan difungsikan mencegah eksploitasi, plastik berubah jadi ancaman lingkungan. Indonesia bahkan menempati urutan kedua penghasil limbah plastik. Ini belum termasuk masalah impor sampah yang didalamnya mengandung plastik.
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mendapat limpahan sampah plastik dari negara-negara yang sebelumnya mengekspor ke China. Hal itu mengakibatkan volume impor sampah plastik Indonesia pada tahun 2018 mencapai 320 ribu ton atau naik hingga 150% dari tahun sebelumnya (CNBC Indonesia, 29/07/2019). Masih di artikel sama disebutkan, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai pencemar lautan dari limbah plastik yang mencapai 1,29 juta ton per tahun.
Menurut LIPI, konsumsi plastik di Indonesia per kapita sudah mencapai 17 kilogram per tahun dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 6-7 persen per tahun. Adanya sampah plastik berujung pada ancaman lain yaitu mikroplastik. Meskipun WHO pernah merilis pernyataan, mikroplastik dalam botol minuman tidak berbahaya bagi manusia. Namun dari bukti di lapangan, berdampak negatif pada sejumlah hewan. Dlaporkan ada hewan laut mengidap tumor karena menelan mikroplastik.
Bahaya mikroplastik masih menjadi wacana yang bisa diperdebatkan. Namun yang jelas sampah plastik secara lingkungan makin mencemari terutama bagi habitat laut. Sampah plastik sangat mendesak dicarikan solusinya. Setuju atau tidak, bencana sampah pastik sedang berlangsung. Solusi limbah plastik termasuk mikroplastik ini bisa ditemukan di seminar sehari “Resolving Plastic Waste and Micro Plastic Issues: Indonesia Progress and Challenges”. Semua ide terkait penanganan sampah plastik bisa dilihat di seminar tersebut, termasuk soal sirkulasi ekonomi sampah plastik.
Seminar ini dilaksanakan di pada Rabu besok (20/11/2019), di Hotel A-One, Jl. Wahid Hasyim No.80, Jakarta Pusat 10340, Indonesia, mulai pukul 08.00 – 15.15 WIB. Seminar ini diselenggarakan oleh SR Asia yang bekerjasama dengan Majalah CSR.