MajalahCSR.id – Siapa tak kenal asam jawa? Buah tropis yang hanya popular di kalangan orang Asia termasuk Indonesia. Bagian yang diambil dari buah ini biasanya adalah bagian daging buah, sementara cangkang termasuk bijinya terbuang jadi limbah. Meskipun bukan produk sintetis, namun lambat laun limbah ini akan turut mencemari lahan jika cara memanfaatkannya secara massif dan tanpa perhitungan.
Guna menangani persoalan limbah cangkang asam, sejumlah pakar sains dari Nanyang Technological University (NTU) di Singapura, menemukan cara untuk mengolah cangkang asam. Para ahli tersebut memproses limbah cangkang menjadi lembaran nano karbon. Cangkang asam jawa ternyata kaya elemen karbon.
Mengutip Intelligentliving, lembaran nano karbon (carbon nanosheets) ternyata adalah komponen inti dari superkapasitor, yang bisa menyimpan energi listrik dalam sebuah perangkat. Superkapasitor adalah media penyimpan energi atau yang biasanya digunakan dalam kereta api, bus, kendaraan listrik (EVs), dan elevator. Banyak kendaraan listrik memanfaatkannya pada batere untuk bisa mentransfer energi secara cepat ketika kendaraan dipacu.
Proses pembuatannya diawali dengan mengumpulkan cangkang asam dari pelaku industri makanan, lalu dicuci. Cangkang yang sudah bersih dikeringkan dalam suhu 100°C selama 6 jam. Setelah itu, cangkang digerus menjadi bubuk lalu memanggangnya dalam tungku pembakaran tanpa oksigen pada suhu 700 sampai 900°C selama 150 menit. Bubuk tersebut berubah jadi carbon nanosheets.
Cangkang buah asam adalah struktur berpori yang kaya kandungan karbon, menjadikannya cocok sebagai penyimpan energi. Tekstur pori ini bertambah saat berubah jadi carbon nanosheets, sehingga memungkinkan energi yang disimpan lebih banyak.
Selain kapasitasnya yang besar, cangkang asam ternyata konduktor listrik yang baik dan tahan panas. Hal ini menjadikan cangkang buah tropis ini alternatif pilihan yang menjanijkan sebagai penyimpan energi. Di samping itu, proses pembuatannya lebih hemat energi dibandingkan pembuatan nanosheets lainnya seperti dari serat rami. Untuk bahan yang terakhir butuh waktu hingga 24 jam dalam proses pemanasannya.
Meski sudah terbukti ramah energi dalam prosesnya, para ahli tetap mengembangkan cara lain agar energi yang dipakai dalam pembuatannya jauh lebih irit lagi. Dengan demikian, manfaat yang didapat bisa lebih maksimal terutama bagi dampak lingkungan.