Jakarta, MajalahCSR.id – Sri Wahyuni, surveillance officer di RSUD Aceh Besar, Indrapuri sibuk memindahkan folder rekaman medis ke ruangannya. Hujan tiba dan mengancam ribuan rekam medis yang menjadi tanggung jawabnya. Bersama para perawat dan pegawai lain, mereka memindahkan catatan penting pasien itu ke ruangan Sri. “Ini kami lakukan setiap kali hujan mulai turun. Jangan sampai banjir merusak catatan medis rumah sakit.”
Banjir dan kebocoran memang menjadi ancaman serius bagi pekerjaan Sri Wahyuni. Hasil kerjanya penting, mencegah penularan penyakit menjadi wabah, endemi atau bahkan pandemi.
Ia patut bersyukur karena sejak November 2022, rumah sakit tempatnya bekerja telah mengembangkan aplikasi digital yang memungkinkannya menyimpan catatan medis secara daring, dan bahkan melakukannya dari rumah. “Beberapa record perlu di-input segera, jadi kadang saya bawa pulang dan input dari rumah.”
Hal yang sama dialami dr Nanda Meutia, dokter penanggung jawab imunisasi Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh. Basis data digital membantunya menyusun dan melacak riwayat pasien dengan mudah. “Ini memudahkan penelusuran riwayat kesehatan serta membantu pengawasan penyakit.” Puskesmas tempatnya bertanggung jawab melakukan imunisasi bagi ribuan anak di Banda Aceh, tanpa pencatatan yang memadai, sulit baginya mendata anak yang sudah atau belum menerima imunisasi.
Perempuan dan Akses Digital
Perangkat dan teknologi digital mampu membantu perempuan menjalankan pekerjaan mereka dengan baik. Sri dan dr Nanda adalah sebagian perempuan yang beruntung karena memiliki akses terhadap perangkat digital dalam melakukan tugasnya. Secara global Asian Development Bank menyatakan bahwa hanya satu dari lima perempuan memiliki akses terhadap internet dan, dari setiap 10 laki-laki kurang dari 7 perempuan di dunia yang memiliki akses terhadap layanan digital bergerak.
Hal inilah yang membuat PBB memaknai Hari Perempuan Internasional tahun ini dengan tema “DigitALL: Innovation and technology for gender equality.” Tema ini berfokus pada kesenjangan digital yang memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Survey yang dilakukan Marsh (2021) menunjukkan bahwa 59% anak perempuan tidak memiliki akses memadai terhadap pembelajaran daring. Enam puluh persen disebabkan ketiadaan akses internet dan 20% karena tidak tersedianya dawai digital.
Peningkatan akses digital bagi perempuan karenanya merupakan hal yang penting. ADB menyatakan bahwa peningkatan akses digital untuk perempuan di Asia dan Pasifik bisa meningkatkan aktivitas ekonomi sebesar USD 524 miliar sampai tahun 2025. Beberapa hal bisa dilakukan untuk meningkatkan akses ini, di antaranya:
– mengurangi tekanan dan halangan sosial bagi perempuan untuk mengakses teknologi,
– meningkatkan peluang perempuan untuk mempelajari bidang sains, teknologi, enjiniring, dan matematika yang pada akhirnya membuka peluang kerja yang lebih luas, serta
– memperbesar peluang bagi perempuan untuk terlibat dalam bisnis dan usaha digital, termasuk melalui usaha-usaha rintisan berbasis teknologi.
Selain manfaat langsung bagi perempuan, peningkatan akses digital juga memberikan manfaat langsung bagi kedua gender, laki-laki dan perempuan. Peningkatan akses digital bagi para bidan, yang umumnya perempuan serta tenaga pelayanan kesehatan misalnya, akan dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan, yang bermanfaat bagi laki-laki dan perempuan, baik saat ini maupun masa mendatang. Hal yang sama terjadi di banyak bidang penting, dan pada akhirnya mendukung keberlanjutan hidup umat manusia. Hari ini, 8 Maret, merupakan hari Perempuan Internasional. Peran perempuan dalam segala bidang aspek kehidupan layak diapresiasi dengan sebaik-baiknya, demi memanusiakan manusia.
Selamat Hari Perempuan Internasional!