MajalahCSR.id – Sejumlah produsen pemakai plastik terbesar di dunia, termasuk didalamnya PepsiCo dan Coca Cola, diminta untuk bergabung dalam permintaan (aksi) internasional penanganan sampah plastik di lautan. Inteligentliving mengabarkan, permintaan ini diinisiasikan mengingat adanya laporan yang menyebut lebih dari 11 juta ton sampah plastik (identik dengan berat 60 ribu paus biru) terbuang ke laut tiap tahunnya.
Pada Maret 2020, Earth Island Institute mengajukan tuntutan kepada 10 perusahaan yang dituduh paling mencemari lautan lewat limbah plastik, termasuk didalamnya Coca Cola, Nestlé, dan PepsiCo untuk turut andil menghentikan pencemaran plastik di laut.
Perusahaan-perusahaan minuman terkemuka itu seringkali masuk dalam riset soal pencemaran plastik di laut. Namun akhirnya, mereka bersedia untuk bergabung melalui charity lingkungan yang diprakarsai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menciptakan perjanjian global soal polusi plastik.
Lebih dari 30 perusahaan lain bergabung, termasuk Mars, Danone, H&M, Nestlé, Unilever, dan Tesco. Ini merupakan aksi gabungan perusahaan besar multinasional pertama. Semakin banyak perusahaan yang bergabung, tentunya hasilnya akan kian baik.
Pembahasan perjanjian diharapkan dilaksanakan pada pertemuan tingkat tinggi PBB terkait lingkungan yang akan digelar pada Feruari 2021.
Plastik adalah pencemar berbahaya karena akan tetap berada di alam hingga ratusan tahun, menjadi ancaman bagi kehidupan mahluk laut dan darat. Menurut fakta yang dikeluarkan PBB pada laporan “Marine polution”, limbah plastik membunuh 1 juta aneka burung laut dan 100 ribu mamalia laut, penyu laut, dan tentu saja ikan yang jumlahnya bahkan sudah tak terhitung. Studi menemukan, plastik ditemukan pada hampir semua penyu laut, 59% ikan paus, 40% spesies burung laut, dan 36% anjing laut.
Selain itu, limbah jaring penangkap ikan merupakan persoalan lain. Sekitar 10% hewan laut yang terbunuh mulai dari penyu, ikan, burung laut, dan mamalia lautan. Beberapa organisasi dan donatur termasuk lingkungan yang menginsiasi perjanjian ini ke PBB. Mereka diantaranya: The World Wild Fundfor Nature (WWF), Yayasan Ellen MacArthur, dan Boston Consulting Group. Pada bulan lalu, WWF melaporkan kehancuran perairan (akibat limbah plastik) mendorong turunnya jumlah spesies mahluk laut secara drastis hingga 68%. Hal ini suah berlangsung sejak 1970 akibat perilaku manusia.
Paula Chin, tenaga ahli WWF bidang material berkelanjutan menyebutkan, “Alam sedang terdegradasi. Polusi plastik masih menjadi penanda lingkungan dalam situasi yang kritis. Ini merupakan masalah global yang juga membutuhkan solusi global.”