MajalahCSR.id – Teknologi bisa memudahkan siapapun untuk mengekspresikan kepedulian. Bila dulu memberi bantuan harus menyampaikan langsung kepada yang membutuhkan, atau mendatangi perbankan untuk menyetor dana bantuan, peran teknologi mulai menggantikan “ritual tersebut”.
Namun, kemudahan teknologi bukan berarti bebas masalah. Pertanyaannya, bagaimana etika dan akuntabilitas dalam berdonasi terkait penanggulangan COVID-19? Bagaimana metode yang dipakai agar donasi bisa dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya?
Sampai pertengahan Mei 2020, Filantropi Indonesia (FI) mencatat jumlah donasi untuk penanganan COVID-19 mencapai Rp 681 milyar. Jumlah donasi tersebut tercatat dari 467 kegiatan filantropi selama periode Februari – Mei 2020. Selama periode tersebut, tercatat 101 inisiatif penyaluran sumbangan dan 366 kegiatan penggalangan donasi. Inisiatif tersebut dilakukan oleh organisasi filantropi/nirlaba, perusahaan, komunitas maupun individu.
Sebagian bantuan dialokasikan untuk mendukung logistik dan APD tenaga medis serta bahan makanan untuk masyarakat terdampak Covid 19. Kebutuhan lain yang juga didukung adalah sarana kesehatan, pencegahan Covid, Penyediaan Logistik Masyarakat, riset, edukasi masyarakat dan pemberdayaan ekonomi.
“FI melakukan kajian dan pemantauan dengan mengumpulkan dan menganalisis inisiatif filantropi untuk COVID-19 yang dipublikasi secara online. Hasilmya disajikan dalam website Filantropi Tanggap COVID-19 yang bisa diakses di www.covid19filantropi.id” kata Hamid Abidin, direktur filantropi Indonesia.
Website Filantropi Tanggap COVID-19 tersebut diluncurkan Jumat siang (16/5/2020) di Jakarta pada pembukaan acara Philanthropy Learning Forum (online). Acara itu juga diisi dengan diskusi publik dengan topik “Menyoal Etika dan Akuntabilitas Bantuan COVID-19” yang menghadirkan beberapa pembicara, yaitu Alfatih Timur (CEO Kitabisa.com), Josephine Satyono (Direktur Eksekutif IGCN), Ani Iriani (PPSDB Kemensos), dan Tommy Hendrajati (Ketua Gugus Tugas Kode Etik Pengembangan Filantropi Indonesia).
Hamid menambahkan, kegiatan filantropi untuk penanganan COVID-19 berbeda dengan bencana di tahun-tahun sebelumnya: lebih berisiko dan berdampak luas. Pegiat filantropi harus bekerja di tengah wabah virus yang mudah menyebar, pembatasan aktivitas dan mobilisasi warga, serta ancaman resesi ekonomi. Kondisi tersebut mengharuskan mereka untuk mengembangkan pendekatan dan strategi baru bagi kegiatan filantropi.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, pegiat filantropi lebih banyak menggunakan platform digital, memanfaatkan crowdfunding, serta dan melibatkan para tokoh atau selebriti sebagai influencer atau fundraiser. Kolaborasi multipihak inilah yang berhasil mendatangkan donasi dalam jumlah besar.
Beberapa contoh kolaborasi multipihak itu, diantaranya penggalangan donasi oleh Selebgram Rachel Vennya, #KonserDariRumah yang digagas Najwa Shihab dengan para musisi, dan Konser amal Almarhum Didi Kempit. Semuanya sukses berkat kolaborasi influencer dan platform crowdfunding didukung media.
Penggunaan digital payment juga berperan besar karena memudahkan masyarakat dalam menyalurkan bantuan. Sayangnya, sebagian besar inisiatif filantropi ini tidak terkoordinasi dengan baik sehingga belum bisa menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dengan jenis bantuan tersedia. Tak heran di tengah maraknya kegiatan dan penyaluran bantuan masih banyak keluhan terkait keterbatasan dan kelangkaan kebutuhan di masyarakat. Belum ada pihak yang menjalankan peran sebagai penghubung kebutuhan masyarakat dengan potensi bantuan yang melimpah.
“Diperlukan media komunikasi yang bisa berperan sebagai marketplace dan menghubungkan bantuan dari para donatur dengan kebutuhan masyarakat. Kami berharap website Filantropi Tanggap Cofid bisa memainkan peran komunikasi sekaligus koordinasi tersebut” kata Hamid.
Di pihak lain, Tommy Hendrajati menegaskan perlu adanya rambu yang diperhatikan dalam setiap kampanye penggalangan dana. Salah satuya soal penyantuman foto. Tommy berharap, foto yang dijadikan media kampanye tidak terkesan mengundang belas kasihan atau bertujuan meraih simpati iba. Sehingga, terkesan menjual kekurangan atau bahkan mempermalukan si obyek foto. Sebaliknya, ilustrasi foto dalam media kampanye harus menimbulkan semangat dan keyakinan positif.
Tommy menambahkan, setiap penyelenggara filantropi hrus mematuhi kode etik yang ada. Kode etik dimaksud adalah Kode Etik Filantropi Indonesia (KEFI). Adapun kode etik dimaksud mencakup soal penggalangan dan penerimaan bantuan filantropi, serta tata pengelolaan bantuan filantropi. Mematuhi kode etik tersebut berarti menyangga pilar kepercayaan publik yang poin-poinnya adalah professional, kapasitas dan kapabilitas, serta nilai etis, demikian disampaikan Tommy.
Sementara Suzanty Sitorus, Anggota Badan Pengurus FI, saat meluncurkan website Filantropi Tanggap Covid, menyatakan bahwa website ini dikembangkan untuk menjadi media komunikasi dan koordinasi lembaga-lembaga filantropi dalam membantu penanganan pandemi COVID-19 dan mengatasi dampak sosialnya.
Menurutnya, Dampak yang ditimbulkan oleh pandemik global COVID-19 sangat luas dan dalam sehingga masa kedaruratan dan pemulihan akan membutuhkan waktu dan sumber daya yang luar biasa besar. Pada saat ini, peran filantropi sangat dibutuhkan untuk membantu Indonesia dapat segera pulih dan bangkit.
Beberapa organisasi nirlaba dan korporasi sudah mulai berkontribusi untuk membantu kelompok-kelompok paling rentan di masyarakat menghadapi masa-masa penuh tantangan ini. Menurutnya, Filantropi Tanggap COVID-19 merupakan sebuah inisiatif yang lahir dari pertemuan antara Filantropi Indonesia dengan para anggota dan mitra pada 2 April 2020. Pertemuan ini menghasilkan komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi dan sinergi yang lebih efektif antar lembaga filantropi dan pemerintah, serta sektor lain dalam mendukung penanganan pandemi COVID-19 dan dampak sosialnya di Indonesia.
“Melihat kebutuhan akan platform informasi dan koordinasi antar lembaga filantropi yang bekerja di lapangan untuk penanggulangan COVID-19, Filantropi Indonesia bekerja sama dengan anggota dan mitra membangun situs (website) daring yang dapat diakses publik. Situs daring ini, secara umum, berisi data dan perkembangan terakhir dari inisiatif-inisiatif filantropi untuk membantu pemerintah dan masyarakat di tengah pandemi COVID-19 di Indonesia,” pungkas Suzanty.