Jangan Sembarangan Buang Makanan!
Produk samping dari pertanian merupakan sumber pangan yang bernilai. Sebut saja, dengan mengekstraknya, maka akan didapat protein yang bisa digunakan sebagai bahan yogurt, es krim, saos, sereal, kue atau roti panggang, atau lainnya.
Enzim RuBisCO dikenal memilki kandungan protein paling banyak di muka bumi. Bayam, alfalfa (makanan ternak), gula bit, jagung, daun wortel, kacang polong, dan banyak lagi merupakan sumber enzim RuBisCO.
Para ahli di lembaga pusat protein NIZO mengembangkan cara untuk mengekstrak RuBisCO dari tanaman hijau demi menghasilkan protein yang setara dengan protein hewani. Alhasil, industri pangan bisa memanfaatkannya untuk menggantikan protein susu dalam produksi mereka semisal kue dan cemilan sejenis.
Sementara itu, terdapat 16 kelompok lembaga yang menjalin kerja sama di antara 7 negara anggota Uni Eropa yang menamakan diri Pro-Enrich Project. Mereka berusaha mengambil kandungan protein dari limbah panen, mulai dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bjian. Protein tersebut kelak akan digunakan pada sejumlah industri, seperti industri pangan manusia, pakan hewan, kosmetik, dan perekat. Lembaga tersebut sudah merancang ujicoba kapasitas produksi secara masal, di mana tepung protein tersebut diekstrak dari rapeseed dan canola.
Nutrapharma, perusahaan dari Inggris juga menggagas tepung protein untuk kebutuhan suplemen dari buah dan sayur. Eric Hilton, CEO Nutrapharma menjelaskan, pihaknya terinspirasi memproduksi tepung (protein) setlah mengobservasi limbah yang dihasilkan industri makanan di Lincolnshire, Inggris. Pedesaan di Inggris menyuplai lebih kurang satu per delapan pangan Inggris, termasuk jelai, kubis, dan gula bit.
Satu lagi, para periset dari CSIRO Food Innovation Centre juga mengembangkan metode mengembalikan makanan yang terbuang menjadi sumber makanan baru atau bahan tambahan pembuatan produk pangan. Mereka memakai bagian-bagian buah apel (apple pomace) sebagai contoh. Namun dalam praktiknya metode ini juga bisa diterapkan pada buah-buahan lain, sayuran, seerta produk holtikultura seperti brokoli, wortel, anggur, buah persik, zaitun, dan tomat.
Prosesnya meliputi menjaga kestabilan “pomace’ buah dan sayur agar kualitasnya tak tergerus lalu mengubahnya ke dalam bentuk serpihan, granul, pasta, tepung, atau pellet. Hasilnya dapat menjadi bahan komponen bagi pabrik dalam produk pangan yang berbeda.
Kurangi Daging, Konsumsi Serangga
Studi belum lama ini mengungkapkan bahwa seandainya seluruh warga di bumi menghentikan bahan bakar fosil pada hari ini, namun belumlah cukup untuk menghentikan perubahan iklim. Jadi alih-alih begitu, kita harus mulai membatasi konsumsi daging bersamaan penghentian bahan bakar non keberlanjutan dan menghilangkan emisi karbon pada pembangkit energi.

Makanan Ringan yang Terbuat dari Protein Serangga. Foto : Grilo
Pangan adalah salah satu kontributor utama munculnya emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, yang disusul listrik dan transportasi. Untungnya, mengadopsi pangan yang ramah lingkungan bukan perkara sulit. Salah satu caranya dengan mengganti sumber protein makanan dari hewan ternak konvensional dengan sumber lain. Salah satunya melakukan diet protein serangga.
Bagi kebanyakan orang, mungkin masih merasa jengah menjadikan serangga sebagai sumber asupan yang bergizi. Namun, jika mencobanya anda boleh jadi terkejut oleh citarasa makanan ringan seperti yang berbahan jangkrik pada foto di atas dan tepung proteinnya. Bahkan di Thailand sudah ada start up yang mempopularkan diet serangga, Exofood. Restoran ini menyediakan menu serangga yang juga memungkinkan konsumennya mengunjungi lokasi lab mereka untuk mempelajari serangga yang mereka konsumsi.
Masih ragu? Para ilmuwan di Universitas Roma, Itali, pernah mempublikasikan risetnya bahwa hewan invertebrata sangat kaya antioksidan. Memakan serangga sangat baik bagi kesehatan, setidaknya anda bisa memberikan kesempatan dulu untuk membuktikannya.