MajalahCSR.id – UN Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar survei pada 1,2 juta masyarakat di 50 negara. Hasilnya, dua pertiga dari responden menyatakan krisis iklim sebagai “darurat global”. Survei “Peoples’ Climate Vote” ini adalah survei yang melibatkan opini terbesar terkait perubahan iklim, dan mengungkap dukungan mayoritas warga dunia pada aksi iklim.
Sebagian besar mendukung aksi yang dilakukan bahkan kalaupun ternyata mengubah negaranya. Mereka juga mengharapkan adanya keputusan politis dari para pemimpin negaranya untuk melakukan mendorong aksi.
Cassie Flynn, Penasehat Strategi Perubahan Iklim UNDP, mengatakan, suara masyarakat kini sudah jelas menginginkan munculnya aksi pada perubahan iklim.

Hasil Polling Survei. Grafis : UNDP
“Jika 64% masyarakat dunia mempercayai bahwa penanganan iklim sudah demikian darurat, ini akan membantu pemerintah merespon bahwa krisis iklim sudah jadi ancaman. Pesan kuncinya adalah jika pemerintah mengambil keputusan tepat soal aksi perubahan iklim, warga akan mendukung,” tegas Flynn.
Flynn mengungkapkan, kita semua tengah berada di persimpangan jalan, dan polling survei mengatakan, ini adalah yang dipikirkan oleh generasi mendatang, sebuah pilihan kebijakan politik yang lebih spesifik, yang akan membawa harapan masa depan.
Flynn diketahui addalah salah satu aktor di balik ide penyebaran polling yang dilakukan melalui iklan di video games, permainan teka teki seperti Sudoku, Subway Surfer, Angry Birds, hingga Words With Friend. Menurut pengakuannya, ide itu muncul saat dirinya menggunakan subway di kota New York, saat itu ia melihat orang-orang lebih fokus pada gadgetnya.
Survei UNDP ini dilakukan pada 50 negara, mulai dari negara kaya, negara berkembang, hingga negara miskin dalam konteks pendapatan ekonomi. Gambaran responden dinilai mewakili lebih dari setengah penduduk dunia. Data diambil mulai Oktoober hingga Desember tahun kemarin (2020).
Tak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok umur terkait kepedulian pada iklim. Responden muda, usia 14 – 18 tahun memperlihatkan rata-rata kepedulian yang tinggi, yaitu 69% menganggap kondisi saat ini sudah darurat iklim. Sementara, 58% dari responden di atas 60 tahun berpendapat sama.
Itali dan Inggris dinilai sebagai negara yang warganya paling peduli, di mana 81% mempercayai sudah terjadi darurat iklim. Australia menjadi yang selanjutnya yaitu 72% diikuti Amerika Serikat (AS) dan Rusia masing-masing 65%. Yang paling rendah adalah Moldova, itu pun angka kepeduliannya mencapai 50%.

Hasil Polling Survei. Grafis : UNDP
Selain itu, responden pun menyebut energi terbarukan adalah isu yang perlu segera diwujudkan untuk menghindari emisi akibat konsumsi energi fosil. Dalam konteks ini responden Autralia menyetujui dengan angka 72%, lalu AS 65% dan Rusia (51%).
Selanjutnya isu deforestasi, di mana banyak responden yang menyuarakan aksi konservasi hutan yang perlu dilakukan karena deforestasi selama ini memicu emisi. Untuk itu responden Brasil mendukung konservasi berada di peringkat pertama yaitu 76% diikuti Indonesia (57%).
Melindungi dan mengembalikan fungsi hutan adalah isu yang paling popular dari 18 kebijakan untuk menangani krisis iklim diikuti energi (listrik) terbarukan, dan perkebunan/pertanian/peternakan yang ramah iklim. Yang paling kurang popular adalah soal kampanye diet nabati yang hanya didukung 30%.
UNDP memperkirakan rendahnya dukungan pada kampanye diet nabati karena masyarakat merasa konsumsi makanan adalah ranah pribadi dan pilihan atau negara mereka memiliki opsi sedikit terhadap pola diet ini. Negara yang paling mendukung adalah Jerman (44%) dan Inggris (43%). Secara keseluruhan, 59% responden mengatakan dunia perlu melakukan apapun yang dibutuhkan untuk merespon kedaruratan iklim.
Seperti diberitakan Intelligentliving, hasil survei ini dianggap penting untuk bekal pembahasan pada pertemuan iklim yang akan digelar Perserikatan Bangsa-Bangsa pada November tahun ini.