MajalahCSR.id – Uni Eropa memberlakukan larangan penggunaan 10 jenis plastik sekali pakai untuk mengurangi konsumsi plastik di wilayah tersebut. Kebijakan larangan itu mulai berlaku efektif pada 3 Juli 2021 atau kurang dari 30 hari ke depan. produk plastik yang dilarang mencakup tutup botol, peralatan dapur, sedotan, Styrofoam, wadah atau pembungkus makanan minuman, dan lainnya.
Eropa sedang membenahi manajemen limbah plastik. Hal ini dilakukan seiring kian banyaknya limbah plastik mengotori daratan dan lautan di berbagai belahan dunia. Lebih dari 85% pantai dan perairan di Eropa terdampak limbah plastik yang jumlahnya di atas standard yang diperkenankan.
Mengutip Yale Environment 360, larangan ini merupakan upaya langsung Eropa dalam menghentikan polusi plastik. Uni Eropa sudah memiliki strategi penanganan plastik yaitu The EU Plastics Strategy yang berlaku sejak 2018. Tujuannya untuk mengubah tujuan dan pemahaman soal plastik bagaimana desain, bahan, dan proses daur ulang. Menurut pedoman tersebut, seluruh kemasan plastik di Uni Eropa harus dapat didaur ulang pada akhir dekade nanti.
Pedoman ini mampu memperbaiki dan meningkatkan rata-rata daur ulang kemasan plastik hingga 41,5% dalam dua tahun. Pencapaian ini bahkan mendapat banyak apresiasi dari pelaku manajemen limbah di seluruh dunia. Data menyebutkan, percepatan daur ulang limbah plastik di Eropa tiga kali lebih tinggi dibanding Amerika Serikat dan terus meningkat. Pada 2025 Uni Eropa menargetkan 50% sudah bisa didaur ulang. Lebih jauh, UE berusaha agar mampu mengumpulkan limbah botol plastik hingga 77% pada 2025 dan 90% pada 2029.
Kini sistem peraturan yang berlaku mengalami perubahan di mana para produsen yang lebih bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan. Dengan kata lain, perusahaan akan menanggung biaya penuh atas proses pengumpulan, pengangkutan, dan daur ulang limbah.
“Uni Eropa sedang mengaplikasikan sistem ekonomi sirkular secara lebih serius, dan plastik adalah isu yang paling utama,” kata Henning Wilt, Direktur Ekonomi Sirkular di Germany’s Wuppertal Institute for Climate, Environment and Energy.
Mirisnya, secara global hanya 14 sampai 18% limbah plastik yang mampu terdaur ulang. Artinya, kurang dari setengah angka daur ulang di Uni Eropa. Bahkan menurut Greenpeace, di negara maju, AS, persentase daur ulang plastik lebih menyedihkan, kurang dari 10%.
“Banyak jenis plastik kemasan yang tak terdaur ulang teronggok di begitu saja di tempat pembuangan, atau dibakar, bahkan diekspor tanpa terverifikasi hasil daur ulang,” kata laporan Greenpeace.